SIM Card Lokal Jadi Raja di Negeri Sendiri? Ini Syaratnya!
Sejumlah operator telekomunikasi mulai melirik SIM card buatan lokal. Bukan cuma karena didorong adanya isu penyadapan, namun karena memang niatnya untuk memajukan industri dalam negeri.
Tapi yang menjadi pertanyaan, apa industri lokal sanggup untuk memenuhi pasokan ratusan juta kartu halo-halo setiap tahunnya. Karena seperti diketahui, Indonesia punya banyak sekali operator seluler.
Mulai dari Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, Smartfren Telecom, Bakrie Telecom, hingga Sampoerna Telkomunikasi Indonesia. Mereka butuh kartu dalam jumlah besar dan tak cuma sekadar untuk akuisisi pelanggan baru.
“Sepanjang industri dalam negerinya mendukung, baik kuantitas, kualitas, dan maupun harganya, ya tentu Smartfren lebih senang pakai produk lokal,” kata Direktur Network Smartfren Merza Facys saat berbincang dengan detikINET, Rabu (18/3/2015).
Smartfren sendiri sangat sedikit untuk kebutuhan pasokan kartu SIM baru. Setiap tahunnya, kata Merza, hanya sekitar 1,5 juta hingga 2 juta saja. Berbeda dengan Telkomsel, XL, dan Indosat yang menembus ratusan juta.
Saat masih menjabat Direktur Utama Telkomsel, Alex Janangkih Sinaga — yang sekarang jadi Direktur Utama Telkom — sempat mengungkapkan bahwa produksi kartu SIM baru di operator itu setiap tahunnya mencapai 300 juta.
Sementara XL setiap tahunnya mengaku memesan sekitar 80 juta hingga 100 juta per tahun. Untuk pesanan kartu itu, semua vendor SIM yang terdaftar akan diundang untuk pitching tender
GM Corporate Relations & Communication Management XL Axiata Tri Wahyuningsih menjelaskan bahwa pihaknya butuh kartu dalam kuantitas besar agar mendapatkan harga yang terbaik. Untuk volume biasanya mulai dari pesanan minimum 50 ribu sampai jutaan keping kartu.
“Kita per kuartal order-nya. Per order ratusan ribu rata-rata. Supaya bisa dapat harga kompetitif, order-nya harus banyak. Kalau tidak, mana bisa jual starterpack cuma Rp 2 ribu sampai Rp 10 ribu. Tiap SIM card itu harganya bisa beda-beda. Untuk 4G misalnya, bisa lebih mahal,” jelasnya.
Dengan order yang berlimpah, menurutnya bisa menekan harga kartu SIM. “Harganya antara 12-14 sen dolar. Murah karena volumenya besar. Tapi itu belum sama harga packaging dan distribusinya,” lanjut dia.
Lebih lanjut dipaparkan, XL perlu distribusi kartu SIM dalam jumlah yang banyak karena tingginya angka churn — perpindahan pelanggan. Selain itu, pasokan kartu harus banyak untuk memenuhi stok di pasar.
“Stok harus tetap ada. Misalnya untuk replacement kartu. Belum lagi dari churn rate. Logikanya saja churn rate customer 30% per bulan, dari sisi kuota harusnya kita penuhi 130%. Kalau butuh satu juta pelanggan, kita order-nya 1,3 juta jika menghitung churn distribusinya,” pungkas Ayu, panggilan akrab Tri Wahyuningsih.
sumber : detik.com
0 Comments