Serangan cyber masif yang menghantam studio film Sony Pictures diduga didalangi oleh hacker Korea Utara. Jika tak waspada, serangan hacker semacam itu dinilai juga bisa melumpuhkan negara-negara Barat.
“Bertahun tahun, pakar militer telah memperingatkan kalau pandangan kita soal perang sudah usang. Kita masih berpikir perang adalah sesuatu yang terjadi di sebuah medan pertempuran asing, antara tentara profesional dengan senjata dan tank,” tulis Dominic Sandbrook, kolomnis di media Inggris, Daily Mail.
Perang masa kini tak melulu seperti itu. Berbagai negara telah bersiap menghadapi era perang cyber yang kemungkinan malah lebih berbahaya dampaknya, khususnya bagi masyarakat di negara Barat.
“Persenjataan cyber adalah perkembangan menakutkan dalam sejarah konflik manusia, sebuah ancaman pada masyarakat yang berpotensi punya dampak sangat merusak bagi jutaan warga,” lanjutnya.
Tahun 2010, mantan kepala anti terorisme Gedung Putih Richard Clarke, mempublikasikan buku yang mengatakan kalau negara Barat mungkin sudah kalah dalam perang cyber sebelum perang itu resmi dimulai.
“Seperti digarisbawahi oleh Clarke, China dan Korea Utara telah merekrut banyak hacker, dan Iran bahkan konon memiliki tentara cyber terbesar di dunia. Dalam bukunya itu, Clarke menulis skenario menakutkan,” lanjutnya.
“Jika Rusia atau Korea Utara melancarkan serangan cyber all out, mereka dapat melumpuhkan masyarakat Barat hanya dalam 15 menit karena kita terlalu bergantung pada elektronik yang menjalankan semuanya, dari stasiun nuklir sampai alarm di tempat tidur kita,” papar dia
“Dengan bug dan virus menyerbu sistem komputer, militer dan polisi mungkin lumpuh. Kereta bisa kecelakaan, pipa pipa meledak, pasar finansial runtuh, ATM tak berfungsi, dan kehidupan sehari hari mungkin akan lunglai,”
Bukan tanpa alasan ada kekhawatiran semacam itu. Pasalnya, sudah beberapa kali negara Barat diserang. Tahun lalu, hacker yang diduga kuat dari China menelusup ke berbagai organisasi penting AS, misalnya ke perusahaan nuklir Westinghouse Electric.
Di Inggris, kepala biro intelijen MI5 menyatakan bahwa serangan cyber terhadap perusahaan di sana telah menyebabkan kerusakan reputasi dan pendapatan signifikan.
“Terdengar seperti sebuah sains fiksi memang. Tapi semua teknologi militer awalnya juga dianggap futuristik, dari tank, bom atom, drone sampai satelit. Dan beberapa negara sudah mengalami kekalahan dalam perang cyber,”
Dominic mengambil contoh negara Estonia. Pada tahun 2007, hacker Rusia sempat melumpuhkan sistem komputer negara kecil tersebut. Maka jika tidak waspada, negara Barat berpotensi mengalami hal serupa.
Kasus serangan cyber pada Sony Pictures pun menurut Dominic tidak boleh dipandang remeh. Terlebih lagi, Sony sampai membatalkan rilis film The Interview yang diduga karena ancaman hacker.
“Jika Korea Utara bisa mengalahkan korporasi raksasa seperti Sony, siapa yang dengan yakin mengatakan kalau mereka tidak bisa merusak layanan publik Inggris?” lanjutnya.
“Saya curiga tentara dalam perang dunia masa depan bukanlah pria garang berlumuran darah yang kelelahan bertempur, tapi para geek komputer berwajah pucat yang terus mengetik di keyboard,” pungkasnya.
sumber : detik.com